Hero Jurnal Media,-
Pilkada Kabupaten Parigi Moutong
tahun 2024 kini menghadapi tantangan besar setelah Mahkamah Konstitusi (MK)
memutuskan untuk mengadakan Pemungutan Suara Ulang (PSU). Keputusan ini bukan
hanya soal pengulangan pemilu, tetapi juga menggugah kita untuk lebih memahami
bagaimana sebuah proses demokrasi seharusnya berjalan: dengan adil, transparan,
dan bisa dipercaya oleh seluruh masyarakat. PSU yang terjadi saat ini membuka
mata kita semua akan pentingnya kualitas sistem pemilu yang harus dijaga dengan
serius, terutama oleh para penyelenggara dan para pemilih.
Keputusan MK: Refleksi atas Ketidaksiapan dalam Proses Pemilu
Keputusan MK yang membatalkan pencalonan
salah satu calon kepala daerah, Amrullah S. Kasim Almahdaly, karena tidak
memenuhi syarat masa jeda lima tahun sebagai mantan narapidana menimbulkan
banyak pertanyaan. Bagaimana bisa seorang calon lolos verifikasi dan sampai ke
tahap pemilihan, lalu ternyata dianggap tidak memenuhi syarat? Seharusnya,
proses verifikasi dan seleksi calon dilakukan lebih teliti dan menyeluruh di
awal, agar kesalahan seperti ini bisa dihindari jauh sebelum pemungutan suara.
Peran Masyarakat dalam Pengawasan Pemilu yang Lebih Baik
Masyarakat Kabupaten Parigi Moutong
punya peran penting dalam menjaga jalannya demokrasi, terutama dalam tahap awal
pencalonan calon kepala daerah. Sayangnya, masih banyak yang kurang peduli atau
bahkan tidak tahu bahwa mereka memiliki hak untuk mengawasi dan memberikan
masukan terhadap calon yang sudah ditetapkan. Jika masyarakat lebih aktif dan
peduli sejak awal, kesalahan administratif seperti ini bisa saja dicegah jauh
sebelum pemilihan dilakukan. Mari kita jaga dan awasi proses ini bersama-sama
agar Pilkada bisa berjalan dengan lebih baik, tanpa ada kesalahan yang
merugikan banyak pihak.
Tanggung Jawab KPU dan Bawaslu: Evaluasi Menyeluruh yang Diperlukan
Sebagai lembaga penyelenggara, KPU
dan Bawaslu memiliki tugas penting untuk memastikan agar PSU berjalan dengan
lancar dan adil. Namun, lebih dari itu, mereka juga perlu melakukan evaluasi
menyeluruh terhadap proses yang telah terjadi. Jika ada kekurangan dalam
verifikasi di awal, maka sistem yang ada harus diperbaiki agar kejadian serupa
tidak terulang di masa depan. Reformasi dalam penyelenggaraan pemilu menjadi
hal yang sangat penting demi kualitas demokrasi yang lebih baik di Indonesia,
khususnya di Kabupaten Parigi Moutong.
Dampak Psikologis: Tekanan Bagi Pasangan Calon dan Pemilih
PSU memberikan dampak yang tidak
hanya terasa dalam aspek administrasi dan biaya, tetapi juga dalam sisi
psikologis bagi berbagai pihak yang terlibat. Pasangan calon yang telah
berjuang keras di Pilkada sebelumnya kini harus memulai lagi perjuangan mereka
dengan kondisi yang penuh tekanan. Tim pemenangan harus kembali berusaha keras
untuk meraih dukungan, dan partai pengusung juga harus meyakinkan pemilih agar
tetap solid memberikan suara mereka. Pemilih sendiri bisa merasa jenuh dan
pesimis terhadap proses ini, yang berpotensi menurunkan partisipasi dalam PSU.
Oleh karena itu, menjaga semangat pemilih dan memastikan mereka tetap percaya
pada proses demokrasi adalah hal yang sangat penting.
Dinamika Pemilih: Perubahan yang Perlu Diperhatikan
Selain itu, ada kemungkinan bahwa
daftar pemilih dalam PSU akan berubah. Beberapa pemilih mungkin sudah pindah
domisili atau bahkan kehilangan semangat untuk ikut serta lagi. Hal ini bisa
menimbulkan ketimpangan dalam hasil PSU, karena pemilih yang masih aktif
mungkin berasal dari kelompok tertentu yang lebih antusias. KPU harus
memastikan bahwa semua pemilih, tanpa terkecuali, memiliki akses yang sama
untuk berpartisipasi dalam pemilu ulang ini.
Legitimasi Pemenang: Apakah Akan Diterima oleh Masyarakat?
Legitimasi pemenang dalam Pilkada
tidak hanya ditentukan oleh jumlah suara yang didapat, tetapi juga oleh
bagaimana proses pemilihannya dilaksanakan. Jika PSU dilakukan dengan
transparansi yang tinggi dan partisipasi masyarakat yang besar, maka pemenang
akan mendapatkan legitimasi yang kuat dari rakyat. Namun, jika prosesnya kurang
memadai atau partisipasi pemilih rendah, hal ini bisa menurunkan tingkat
kepercayaan masyarakat terhadap hasil pemilu dan politik secara keseluruhan.
Biaya Politik: Beban Ekstra yang Harus Ditanggung Bersama
Pelaksanaan PSU tentunya membutuhkan
biaya tambahan yang tidak sedikit. KPU harus kembali mengalokasikan dana untuk
berbagai keperluan, mulai dari logistik hingga honorarium petugas. Tetapi yang
perlu dipertanyakan adalah siapa yang akan bertanggung jawab atas biaya ekstra
ini? Apakah KPU atau pihak lain yang harus menanggung biaya yang seharusnya
tidak perlu ada, jika sistem verifikasi lebih baik dijalankan sejak awal?
Pertanggungjawaban Keuangan: Pentingnya Transparansi dan Akuntabilitas
Dalam hal penggunaan anggaran, KPU
harus memastikan bahwa setiap pengeluaran untuk PSU dikelola dengan transparan
dan sesuai dengan prosedur yang berlaku. Semua dana harus tercatat dengan baik
dan diaudit oleh pihak yang berwenang agar tidak ada pemborosan anggaran. Jika
anggaran digunakan secara efisien dan memberikan manfaat bagi peningkatan
kualitas demokrasi, maka biaya tambahan ini bisa dianggap sebagai investasi
untuk masa depan yang lebih baik, bukan sekadar pemborosan.
Kesimpulan: Menjaga Demokrasi dan Membangun Kepercayaan Masyarakat
Pilkada Parigi Moutong 2024 dengan
pelaksanaan PSU menjadi ujian besar bagi demokrasi di daerah kita. Ini bukan
hanya soal mengulang pemungutan suara, tetapi tentang bagaimana kita menjaga
integritas demokrasi dan memastikan bahwa proses ini berjalan dengan adil dan
transparan. Semua pihak, mulai dari KPU, Bawaslu, partai politik, dan
masyarakat, memiliki tanggung jawab untuk memastikan Pilkada ini berlangsung
dengan baik.
Mari kita bersama-sama belajar dari pengalaman ini, agar pemilu-pemilu berikutnya bisa lebih baik, lebih adil, dan lebih dipercaya oleh seluruh masyarakat. Dengan menjaga kualitas demokrasi, kita juga menjaga masa depan Parigi Moutong yang lebih baik dan berkeadilan bagi semua.
#jakarta #parimo #parigimoutong #pilkada2024 #psu #sulteng #palu #melawanfajar #putradaerah