SEGERA PELAJARI CARA MENDAPATKAN OMZET TAK TERBATAS DARI JUALAN PRODUK TANPA PERLU PUNYA STOCK

Selasa, 01 Juli 2025

Putusan MK Tuai Kritik: Nasdem dan DPR Pertanyakan Legitimasi Pemilu Terpisah

BY HeRo Jurnal IN , , , , ,



Jakarta, 1 Juli 2025 Hero Jurnal Media ,- 

Gelombang kritik terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 terus menguat. Putusan yang memisahkan pelaksanaan pemilu nasional dan daerah tersebut ditolak tegas oleh Partai Nasdem. Mereka menilai keputusan MK tidak hanya melanggar Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945, tetapi juga membuka potensi krisis ketatanegaraan yang serius.

Anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem, Lestari Moerdijat, dalam pernyataan resminya menyebut bahwa pemisahan tahapan pemilu—Presiden, DPR, DPD dengan Pilkada dan DPRD—adalah bentuk inkonsistensi hukum yang berbahaya. "Putusan ini inkonstitusional dan tidak memiliki kekuatan mengikat," tegas Lestari, yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua MPR RI.

Menurut UUD 1945 Pasal 22E, pemilu harus dilakukan serentak setiap lima tahun sekali. Lestari menegaskan, pilkada dan pemilu legislatif daerah termasuk dalam rezim pemilu, sehingga memisahkan keduanya adalah bentuk pelanggaran konstitusional yang nyata.

Ia juga mengingatkan bahwa memperpanjang masa jabatan anggota DPRD tanpa pemilu hanya akan melahirkan kepemimpinan tanpa legitimasi demokratis. "Tidak ada jalan lain selain pemilu. Tanpa itu, jabatan politis seperti DPRD kehilangan dasar demokratisnya," ungkapnya.

IDE BISNIS ERA DIGITAL TANPA PERLU PUNYA STOCK PRODUK DAPATKAN eBOOKNYA DISINI!

Nasdem juga menyoroti langkah MK yang dinilai melampaui kewenangannya. “MK justru masuk ke wilayah legislasi, bertindak sebagai pembuat hukum, padahal bukan itu mandatnya dalam sistem demokrasi konstitusional kita,” tambahnya. Ia mengkritik MK yang gagal menjaga kepastian hukum dan stabilitas sistem hukum, dengan inkonsistensi putusan yang dapat merusak kepercayaan publik terhadap institusi peradilan.

Di tengah meningkatnya kekhawatiran ini, Partai Nasdem menyerukan perlunya penyelesaian secara konstitusional. Nasdem mendorong agar DPR mengambil sikap tegas, termasuk meminta klarifikasi langsung dari MK dan menertibkan pemahaman hakim terhadap norma konstitusi.

Sinyal penolakan juga mulai muncul dari DPR. Ketua Komisi II DPR, Rifqinizamy Karsayuda, menyebut bahwa putusan MK tidak sejalan dengan Putusan MK sebelumnya yang menyerahkan model keserentakan pemilu kepada pembentuk undang-undang. “MK dulu memberi enam opsi, kini mereka sendiri yang menetapkan satu model. Ini kontradiktif,” ujarnya.

Ia mengingatkan bahwa jika pemilu DPRD dilakukan dua tahun setelah pemilu DPR, maka terjadi pelanggaran periodisasi konstitusional yang jelas. “Pasal 22E tegas: pemilu setiap lima tahun sekali. Jika DPRD baru dipilih dua tahun setelah DPR, maka kita melanggar konstitusi,” katanya.

Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi Demokrat, Dede Yusuf, juga menyampaikan bahwa dampak putusan MK ini menyentuh banyak aspek dalam berbagai undang-undang. Oleh karena itu, Komisi II akan menyusun kajian akademik komprehensif sebelum mengambil sikap final.

Situasi ini menjadi penanda awal dinamika serius antara cabang kekuasaan negara, di mana kehati-hatian dan ketaatan terhadap konstitusi akan menjadi penentu arah demokrasi Indonesia ke depan. Nasdem dan sebagian DPR sepakat: kedaulatan rakyat hanya bisa dijaga melalui pemilu yang konstitusional, serentak, dan demokratis. (HJM)




#NasdemTolakPutusanMK #KrisisKonstitusi #PemiluSerentak #DemokrasiIndonesia #UUD1945 #LegitimasiPolitik #KepastianHukum#PutusanMK135#KonstitusionalitasPemilu #SuaraRakyat

Beragam Ide Kesehatan Dan Bisnis Ada Disini!

Baca Juga !