Pemerintah Indonesia menegaskan
bahwa keanggotaannya dalam aliansi ekonomi BRICS tidak akan tergoyahkan,
meskipun Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali melontarkan ancaman
tarif tinggi terhadap negara-negara yang dianggap mendukung blok tersebut.
Penegasan ini disampaikan langsung
oleh Menteri Sekretaris Negara Indonesia, Prasetyo Hadi, dalam keterangan
persnya pada Rabu (9/7). Ia menyatakan bahwa Indonesia telah mempertimbangkan
segala risiko saat memutuskan untuk bergabung secara penuh dengan BRICS pada
awal 2025.
“Kami sadar akan konsekuensi
geopolitik dan ekonomi yang mungkin timbul, termasuk potensi sanksi dari negara
lain. Namun Indonesia tetap teguh pada komitmennya bersama BRICS,” ujar
Prasetyo kepada awak media, dikutip Hero Jurnal Media.
Ancaman tarif dari Washington datang
awal pekan ini, saat Trump memperingatkan akan memberlakukan bea masuk tambahan
sebesar 10% kepada negara mana pun yang, menurutnya, "berpihak"
kepada BRICS — blok yang ia nilai mengusung kebijakan anti-Amerika.
Surat peringatan resmi telah
dilayangkan kepada 14 negara, termasuk Indonesia dan Afrika Selatan.
Berdasarkan informasi yang diterima, tarif untuk Indonesia bisa melonjak hingga
32% dan bahkan mencapai 42% jika kebijakan penuh Trump diterapkan mulai 1
Agustus 2025.
Meski demikian, Prasetyo menyebut
tarif tersebut belum bersifat final. Pemerintah saat ini telah mengutus Menteri
Ekonomi ke Washington untuk melakukan negosiasi langsung guna memperoleh syarat
yang lebih adil bagi Indonesia.
Sementara itu, dalam KTT BRICS yang
digelar akhir pekan lalu di Rio de Janeiro, para pemimpin dari Brasil,
Tiongkok, Mesir, Etiopia, India, Iran, Rusia, Afrika Selatan, dan Uni Emirat
Arab mengecam keras kebijakan tarif sepihak yang diberlakukan negara-negara
Barat.
Mereka menyatakan bahwa tindakan
semacam itu dapat mengganggu stabilitas perdagangan global dan merusak rantai
pasok internasional.
Presiden Trump juga sempat menuding
bahwa BRICS mencoba melemahkan kekuatan dolar AS, dan menyatakan bahwa ia
"tidak akan membiarkan hal itu terjadi." Namun tudingan tersebut
dibantah oleh para pemimpin BRICS. Mereka menekankan bahwa upaya pengurangan
ketergantungan pada dolar bukanlah bentuk perlawanan, melainkan respons atas
tindakan sepihak Barat terhadap Rusia sejak konflik Ukraina meletus pada
Februari 2022.
Beragam Ide Kesehatan Dan Bisnis Ada Disini!
Presiden Rusia Vladimir Putin bahkan mengungkap bahwa Rusia tidak pernah bermaksud meninggalkan dolar, namun dipaksa melakukannya karena pembatasan dari Washington. Ia menambahkan bahwa politisasi mata uang global telah mendorong negara-negara untuk mencari alternatif sistem pembayaran, dan tren ini tidak akan mudah dihentikan. (HJM)
#IndonesiaBRICS #EkonomiGlobal #HeroJurnalMedia #Geopolitik2025 #TarifAS
#DonaldTrump #Putin #BRICS2025 #IndonesiaMaju #DiplomasiEkonomi