Palu - HERO Jurnal Media - Upaya
pemberantasan korupsi di tingkat desa kembali menjadi perhatian publik setelah
Kejaksaan Negeri Poso resmi menahan dua mantan perangkat Desa Dewua, Kecamatan
Poso Pesisir Selatan, terkait dugaan penyimpangan anggaran dana desa tahun
2020–2021. Langkah ini dilakukan setelah keduanya berulang kali mangkir dari
panggilan pemeriksaan tanpa alasan yang dapat dibenarkan.
Penahanan terhadap mantan Penjabat Kepala Desa Dewua, Febrianto Saya, dan mantan Kaur Keuangan, Putra Natal P. Salarupa, dilaksanakan pada
19 November 2025. Keduanya
langsung dititipkan di Rutan Kelas IIB Poso untuk menjalani masa penahanan
selama 20 hari, terhitung 19
November hingga 8 Desember 2025. Informasi ini disampaikan Kepala Kejaksaan
Negeri Poso, Lie Putra Setiawan, melalui Kasi Intelijen MuhReza Kurniawan.
“Penahanan dilakukan berdasarkan Sprint
Penahanan Nomor PRINT-533 dan PRINT-532. Keduanya tidak kooperatif sehingga
tindakan tegas menjadi langkah yang harus kami ambil,” ujar Reza.
Respons Keras dan Keresahan
dari SABER Korupsi
Menanggapi penindakan tersebut, Wakil Ketua Umum SABER Korupsi, Herfiansyah
Radengkilo, menyampaikan apresiasi kepada aparat penegak hukum. Namun,
ia juga menegaskan bahwa kasus ini kembali menambah daftar panjang penyimpangan
dana desa di Sulawesi Tengah dan menunjukkan ada masalah serius dalam
pengawasan anggaran pembangunan di tingkat akar rumput.
“Kami mengapresiasi ketegasan Kejaksaan Poso.
Tapi di lapangan, laporan yang masuk ke kami justru makin membuat resah.
Polanya sama, modusnya berulang, dan sebagian perangkat desa seolah tidak
jera,” ujar Herfiansyah dengan nada penuh keprihatinan.
Menurutnya, tim SABER Korupsi di lapangan terus menemukan indikasi
penyalahgunaan dana desa di sejumlah wilayah, yang memperlihatkan bahwa korupsi
bukan lagi tindakan individu, melainkan pola yang sistematis.
Herfiansyah menambahkan bahwa SABER Korupsi
akan memperkuat upaya pencegahan dan edukasi, sembari mendorong aparat untuk
tetap konsisten dalam penegakan hukum.
“Kalau dana desa yang harusnya menyejahterakan rakyat malah dipakai untuk
memperkaya diri, maka kepercayaan publik akan runtuh. Ini keresahan terbesar
kami,” tegasnya.
Kasus Serupa Mengemuka di
Berbagai Kabupaten
Penindakan di Poso hanyalah satu bagian dari
rangkaian kasus korupsi dana desa yang telah terungkap di beberapa kabupaten
lain di Sulawesi Tengah dalam tiga tahun terakhir.
1. Tojo Una-Una
Pada 16
September 2025, Kejaksaan menahan David, mantan Kaur Keuangan Desa Tanjung Pude, setelah
berkasnya dilimpahkan oleh kepolisian. Ia diduga menyelewengkan dana desa tahun
2021 dan menyebabkan kerugian negara Rp
362 juta.
Kepala Kejari Touna, Rizky Fachrurrozi, menyebut dana pembangunan desa
digunakan untuk kepentingan pribadi.
2. Parigi Moutong
Kepala Desa Sausu Auma, AS, ikut ditahan atas dugaan pengadaan
fiktif, laporan pertanggungjawaban yang tidak sesuai kenyataan, serta
penyimpangan belanja alat kesehatan dan bibit durian. Kerugian negara mencapai Rp 220 juta.
Kasi Intel Kejari Parimo, Irwanto, menjelaskan bahwa AS mengelola seluruh
anggaran secara tertutup tanpa melibatkan perangkat desa lain.
3. Kabupaten Sigi
Pada 16
Juli 2025, Kejari Sigi menahan Penjabat Kepala Desa Tanah Harapan, JRY, yang juga tiga kali tidak memenuhi
panggilan pemeriksaan. Ia diduga menyelewengkan anggaran hingga Rp 631,9 juta.
Beberapa program yang diklaim telah selesai ternyata sama sekali tidak pernah dikerjakan.
4. Kabupaten Tolitoli
Kasus terbaru muncul di Desa Tinabogan. Kepala
Desa, Irfan, ditahan pada 31 Oktober 2025 setelah ditemukan
penyimpangan dalam pengadaan serta pekerjaan fisik pembangunan desa. Potensi kerugian
negara diperkirakan Rp 210 juta.
Kasipidsus Kejari Tolitoli, Imran Adiguna, mengungkapkan bahwa proyek yang
seharusnya selesai sesuai spesifikasi ternyata tidak dilaksanakan.
Pola Penyimpangan yang
Berulang
Dari seluruh kasus tersebut, terlihat pola
yang hampir serupa:
·
pengadaan fiktif,
·
pekerjaan
fisik yang tidak dikerjakan,
·
laporan
pertanggungjawaban manipulatif,
·
serta pemakaian
dana desa untuk kepentingan pribadi.
Inilah yang oleh SABER Korupsi disebut sebagai
“lingkaran penyimpangan anggaran desa” yang terus terjadi jika pengawasan dan
edukasi masyarakat tidak diperkuat.
Herfiansyah Radengkilo menegaskan kembali
komitmen lembaganya.
“Kami melihat ada harapan dari setiap langkah penegakan hukum yang tegas,
tetapi pekerjaan belum selesai. Kami di SABER Korupsi akan terus berada di
garis depan, mengawasi, mengingatkan, dan mendorong agar dana desa benar-benar
kembali kepada rakyat.” (HJM)
#beritaterbaru #sulawesitengah #korupsi #saberkorupsi #beritadaerah #danadesa